Minggu, 01 Januari 2012

ISLAM DI AFRIKA

Afrika saat ini tengah menjadi sorotan dunia. Apalagi kalau bukan karena dilaksanakannya event Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Bagaimana sebenarnya geliat Islam di benua itu?
Berapa jumlah yang tepat tentang Muslim di Afrika sebenarnya tidak diketahui, karena statistik demografi agama di benua ini tidaklah lengkap. Menurut World Book Encyclopedia, Islam adalah agama terbesar di Afrika, diikuti oleh Kristen. Encyclopedia Britannica menunjukkan bahwa 45% dari populasi Afrika adalah Muslim, 40% adalah Kristen dan kurang dari 15% adalah non-religi atau mengikuti agama-agama tradisional Afrika. Sejarah panjang agama-agama di benua Afrika diyakini menjadi menjadi sumber berbagai konflik, terutama di negara-negara di mana tidak ada mayoritas yang jelas, seperti Tanzania, Nigeria dan Pantai Gading.
Sejarah Islam di Afrika
Kehadiran Islam di Afrika dapat ditelusuri pada abad ketujuh ketika Nabi Muhammad meminta beberapa sahabat pengikutnya, yang menghadapi penganiayaan oleh penduduk pra-Islam untuk mencari perlindungan di seberang Laut Merah, atau Kerajaan Kristen Abyssinia (Ethiopia). Dalam tradisi Islam, peristiwa ini dikenal sebagai Hijrah pertama, atau migrasi. Ketika itu, Afrika menjadi tempat aman pertama untuk kaum Muslim dan tempat pertama kalinya Islam disebarkan di luar Semenanjung Arab. Tujuh tahun setelah kematian Rasul, pasukan Arab menyerbu Mesir, dan dalam dua generasi, Islam telah berkembang di Afrika Utara dan Maghreb Tengah.
Selama abad kedelapan belas dan kesembilan belas, konsolidasi jaringan perdagangan Muslim, yang dihubungkan dengan garis perdagangan dan persaudaraan antar-sufi, telah mencapai Afrika Barat. Hal ini memungkinkan umat Islam untuk menggunakan pengaruh politik yang luar biasa dalam kekuasaan. Demikian pula, dari pantai Afrika Timur, Islam menembus jalan darat. Ekspansi Islam di Afrika tidak hanya mengarah pada pembentukan masyarakat baru, tetapi juga masyarakat yang ada sebelumnya dan kerajaan yang berdasarkan model Islam.
Hari ini, Islam terutama terkonsentrasi di Afrika Utara dan Timur Laut, serta wilayah Sahel. Di sinilah yang telah membedakan berbagai kebudayaan, kebiasaan dan hukum-hukum di berbagai bagian benua Afrika.
Populasi dan Karakter Islam di Afrika
Meskipun tidak ada data spesifik yang berapa jumlah pemeluk Islam di Afrika, para ahli percaya bahwa terdapat sekitar 300 juta Muslim Afrika, yang terdiri dari kira-kira sepertiga penduduk benua Afrika.
Meskipun mayoritas Muslim di Afrika cenderung Sunni, kompleksitas Islam di Afrika terungkap di berbagai sekolah, tradisi, dan isyu-isyu yang terus-menerus bersaing untuk mendominasi di banyak negara benua ini. Islam di Afrika Islam termasuk yang terus menerus dibentuk oleh kondisi umum sosial, ekonomi, dan politiknya.
Muslim Afrika, di tingkat lokal, menurut para ahli tidak memiliki sebuah organisasi internasional yang mengatur praktik agama mereka. Namun pada tingkat global, isu-isu dan peristiwa terkini mempengaruhi dunia Muslim Afrika pula. Dengan globalisasi dan inisiatif baru di bidang teknologi informasi, umat Islam Afrika telah mengembangkan dan mempertahankan hubungan yang dekat dengan dunia Islam yang lebih luas.
Para pengamat berpendapat bahwa Muslim Afrika, tampaknya terkungkung dalam perjuangan intens mengenai arah masa depan Islam. Para ulama di Afrika menegaskan bahwa mayoritas Muslim di sana tampaknya lebih memilih untuk tetap pada jalur yang sudah mapan dan terbentuk selama ini. Namun beberapa juga tumbuh lebih ketat dengan keinginan bahwa Islamlah yang kemudian mengendalikan semua aspek masyarakat.
Konflik
Afrika tak pernah bisa dilepaskan dari konflik, yang tentu saja memengaruhi pada orang Islam di benua itu pula. Sejak tahun 1970, setidaknya terjadi 30 perang, dan sebagian besar konflik bersenjata itu bersumber dari faktor-faktor internal, seperti dialami oleh Angola, Somalia, Rwanda, Burundi, Liberia, Sudan, dan Sierra Leone. Menurut Abdul Hadi, yang menulis buku “Perkembangan Hubungan Internasional di Afrika” dan pernah pula menjabat duta besar RI untuk Sudan, penyebab konflik di Afrika sangat beragam, di antaranya:
Pertama, gagalnya proses integrasi dalam pembentukan negara bangsa, seperti Chad, Ethiopia, Rwanda, Sudan, Somalia, dan Uganda.
Kedua, warisan masa kolonial dan proses demokratisasi yang menyisakan masalah, termasuk penentuan tapal batas negara, seperti dialami Ghana, Kamerun, Nigeria, dan Togo.
Ketiga, gerakan kemerdekaan atau revolusi sosial yang dipengaruhi Perang Dingin, seperti dialami Angola dan Mozambik.
Keempat, konflik akibat ketegangan antar etnik, sebagaimana terjadi di Burundi, Rwanda, Liberia, dan Sierra Leone.
Dan kelima, konflik akibat ketegangan politik dan sosial-ekonomi seperti dialami Kongo, Zaire dan beberapa negara lainnya.
Ada beberapa daerah di negara-negara Afrika yang sangat kental aroma Islamnya seperti Mali atau Timbuktu.

Jumat, 28 Oktober 2011

DINASTI UMAYYAH

BAB I
PEMBAHASAN
A.      PROSES BERDIRINYA DINASTI UMAYYAH
Dinasti umayyah mulai terbentuk ketika terjadi peristiwa tahkim dalam perang siffin, yaitu suatu perang yang bermaksud untuk menuntut balas atas kematian khalifah Utsman ibn Affan. Perang Siffin terjadi antara pasukan Ali bin Abi Thalib dengan Mawiyah bin Abi Sufyan-pendiri Dinasti Umayyah. Perang saudara itu terjadi pada 1 Shafar tahun 37 W 26-28 Juli 657 M. Perang saudara pertama dalam sejarah peradaban Islam itu terjadi pada zaman fitnah besar[1].
Sebenarnya peperangan tersebut akan dimenangkan oleh pendukung Ali ibn Abi Thalib tetapi melihat gelagat kekalahan Muawiyah segera mengajukan usul kepada pendukung Ali untuk kembali kepada hukum Allah. Dalam peristiwa inilah Ali telah tertipu oleh taktik dan siasat Muawiyah sehinga Ali kalah secara politis, oleh karena itu Muawiyah mendapat kesempatan untuk mengangkat dirinya sebagai khalifah sekaligus raja[2].
Dengan demikian, secara resmi penerimaan Muawiyah ibn Abi Sofyan sebagai khalifah setelah Hasan ibn Ali mengundurkan diri dari jabatan khalifah yang mendapat dukungan dari kaum syi’ah dan telah dipegangnya beberapa bulan lamanya. Peristiwa kesepakatan antara Hasan ibn Ali dengan Muawiyah ibn Abi Sofyan lebih dikenal dengan peristiwa “Am al Jamaah” dan sekaligus menjadikan batas pemisah antara masa khulafaur rasyidin (632-661 M) dengan masa dinasti umayyah (661-750 M).
Walaupun dengan menggunakan berbagai cara dan strategi yang kurang baik yaitu dengan cara kekerasan, diplomasi dan tipu daya serta tidak dengan pemilihan yang demokrasi Muawiyah tetap dianggap sebagai pendiri dinasti umayyah yang telah banyak melakukan kebijakan-kebijakan yang baru dalam bidang politik, pemerintahan dan lain sebagainya.
Menurut Maidir dan Firdaus, selama memerintah Muawiyah tidak mendapatkan kritikan oleh pemuka dan tokoh umat Islam, kecuali setelah ia mengangkat anaknya Yazid menjadi putra mahkota. Sebelum adanya peristiwa tersebut kondisi secara umum tetap stabil dan terkendali sehingga Muawiyah dapat melakukan beberapa usaha untuk memajukan pemerintahan dan perkembangan Islam[3].
Muawiyah yang menjadi khalifah pertama yang berkuasa dalam pemerintahan dinasti umayyah merubah sistem pemerintahan yang bersifat demokrasi menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Hal ini tercermin ketika suksesi kepemimpinan Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia kepada anaknya. Muawiyah bermaksud menerapkan monarchi yang ada di Persia dan Bizantium, walaupun dia tetap menggunakan istilah khalifah namun pelaksanaannya banyak interpretasi baru dalam jabatan tersebut[4].
B.       PERADABAN/PERKEMBANGAN DINASTI UMAYYAH
Pembangunan yang dilakukan khalifah Dinasti Umayyah mengantarkan rakyatnya
pada kemakmuran dan kemajuan diberbagai bidang secara menakjubkan.
1.        Kemajuan di Bidang Ilmu Pengetahuan Agama
Ilmu pengetahuan agama yang berkembang pada dinasti umayyah antara lain adalah sebagai berikut :
a.        Ilmu Qira`at
Ilmu qira`at adalah ilmu yang mempelajari tentang bacaan Al-qur`an. Dalam dunia islam, dikenal dengan tujuh macam bacaan al-quran yang disebut Qiraatul Saba`ah. Qira`ah ini kemudian ditetapkan menjadi dasar bacaan Al-qur`an.
b.       Ilmu Hadits
Khalifah dinasti umayyah yang berjasa membukukan hadits ialah Umar Ibn Abdul Aziz. Pada tahun 99 H, ketika umar bin abdul aziz dinobatkan sebagai khalifah, tergeraklah hatinya untuk membukukan hadits. Ia sadar bahwa perawi hadits banyak yang meninggal. Pada tahun 100 H, khalifah umar bin abdul aziz memerintahkan kepada Gubernur Madinah dan gubernur yang lainnya untuk ikut serta dalam pengumpulan hadits-hadits Nabi.
c.        Ilmu Tafsir
Ilmu tafsir berkembang dari lisan ke lisan sampai akhirnya tertulis. Ahli tafsir yang pertama pada masa itu adalah Ibnu Abbas. Banyak julukan yang diberikan kepada beliau, seperti Tarjum Al-qur`an ( juru bicara al-qur`an) dan Al-Bahr karena keluasan ilmunya.
d.       Ilmu Fiqih
Perkembangan ilmu fiqih pada masa dinasti umayyah berawal  dari banyaknya para sahabat Nabi saw yang berpencar keberbagai daerah dengan sistem masyarakat yang berbeda. Diantara ahli fiqih yang terkenal pada masa itu ialah : Ata` bin Rabbah di Mekkah, Ibrahim an-Nakha di Kuffah, Hasan Al-Basri di Kuffah, Tawus di Yaman, dan Amir bin Syarahil asy-Sya`bi[5].
2.        Kemajuan di Bidang Pemerintahan
Kemajuan dibidang pemerintahan yang telah dicapai dinasti umayyah adalah :
a.        Organisasi Politik (an-Nizam as-Siyasi)
Organisasi politik dan administrasi pemerintahan pada dinasti umayyah, meliputi jabatan khalifah (kepala negara), wizarah (kementrian), kitabah (kesekretariatan), dan hijabah ( pengawalan pribadi).

b.       Organisasi Tata Usaha Negara ( an-Nizam al-Idary)
Organisasi tata usaha negara pada masa dinasti umayyah, dibagi menjadi 4 departemen, yaitu :
        Diwan al-Kharraj, yaitu departemen pajak yang bertugas mengelola pajak tanah didaerah-daerah yang menjadi kekuasaan dinasti umayyah.
        Diwan ar-Rasail, yaitu departemen pos yang berkewajiban menyampaikan berita atau surat dalam daerah umayyah.
        Diwan al-Musytagillat, yaitu departemen yang bertugas menangani berbagai kepentingan umum.
        Diwan al-Khatim, yaitu departemen yang menyimpan berkas-berkas atau dokumen-dokumen penting negara.
c.        Organisasi Keuangan (an-Nizam al-Mali)
Dinasti umayyah tetap mempertahankan dan memakai lembaga keuangan, sebagaimana pada masa Khulafaur Rasyidin. Sumber-sumber pada masa dinasti umayyah berasal dari pajak tanah (kharraj) dari daerah-daerah taklukannya.
d.       Organisasi Ketentaraan (an-Nizam al-Harby)
Organisasi ketentaraan pada masa dinasti umayyah merupakan kelanjutan dari upaya yang telah dibuat oleh Khulafaur Rasyidin. Jika pada masa pemerintahan sebelumnya, siapa saja boleh menjadi tentara. Pada masa dinasti umayyah,  yang boleh menjadi tentara hanya orang-orang arab dan keturunannya.
e.        Organisasi Kehakiman (an-Nizam al-Qadi)
Kekuasaan kehakiman pada masa dinasti umayyah dibagi menjadi 3 badan, yaitu:
        al-Qada, yaitu badan yang bertugas menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan negara.
        Al-Hisbah, yaitu badan yang bertugas menyeleaikan perkara-perkara yang umum dan soal-soal pidana yang memerlukan tindakan cepat.
        An-Nadar fil-Madalim, yaitu Mahkamah tertinggi atau mahkamah banding, semacam mahkamah agung di Indonesia[6].

C.       KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN DINASTI UMAYYAH.
Proses Kemunduran yang dialami oleh dinasti bani umayyah tidak terlepas dari pengaruh siapa yang memegang kekuasaan tertinggi pada saat itu, meskipun pemerintahan berasal dari keturunan bani umayyah, perselisihan dan ambisi sering kali muncul dari kalangan  keluarga bani umayyah sendiri, yang belum sempat menduduki posisi khalifah sehingga pemberontakan internal Umayyah pun mewarnai  setiap akhir-akhir pemerintahan khalifah yang berkuasa ketika itu. Karena masing-masing mempertahankan ke egoannya dan kontra persepsi dan visi serta ingin merebut posisi tertinggi dikursi kekhalifahan, indikasi tersebut mempengaruhi kebijakan politik bani umayyah.
 Implikasinya mengakibatkan  frekuensi dedikasi dan loyalitas kepada khalifah mengalami degradasi yang berarti  sehingga perlahan-lahan rapuh ditambah dengan kekhalifahan Yazid III dikenal dalam sejarah. Dia adalah seorang yang fasik ,peminun khamar dan banyak merusak aturan-aturan Allah. Suatu saat ia akan menunaikan ibadah haji dengan tujuan meminum khamar diatas ka`bah, karena kefasikannya banyak orang yang membencinya hingga ketulang sum-sum, dan melakukan pemberontakan kepada pemerintahannya. Ahkirnya terbunuh pada bulan jumadil Ahkir tahun 126 H[7].
Marwan al-Himar adalah khilafah terakhir Bani Umayyah dikenal dengan Abu abdul Malik putra dari Muhammad bin Marwan al-Hakam ia dikenal sebagai khalifah yang sabar dan ahli dalam berkuda dan pemberani sangat aktif dalam berperang, namun masa pemerintahannya diwarnai konflik dan instabilitas hingga pemerintahannya jatuh dan runtuh.
Setelah terjadi pertempuran antara pasukan Abbasiyah dengan pasukan Marwan Bin Muhammad di sungai zab (antara Mosul dan Arbil ) marwan dan pasukannya kalah dalam peperangan yang terjadi pada 131H/749 M. Pasukannya lari ke berbagai penjuru hingga ahkirnya ia terbunuh oleh pasukan Abbasyiah 132 H/749 M. Dengan kematiannya maka hancurlah pemerintahan bani umayyah dan berdirilah pemerintahan  bani Abbasiyah[8].
Faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran Bani Umayyah diklasifikasi menjadi dua bagian :
1.        Faktor internal ,yaitu berasal dari dalam istana sendiri antara lain :
a.        Perselisihan antara keluarga khalifah,
Di antara para putra mahkota yang pertama telah memegang maka ia berusaha untuk mengasingkan keluarga yang lain dan ingin menggantikan dengan anaknya sendiri, pergantian khalifah dari garis keturunan adalah suatu yang baru bagi tradisi Arab. Yang mengakibatkan terjadinya persaingan  yang tidak sehat dikalangan anggota keluarga istana.
b.       Perilaku khalifah atau gubernur  jauh dari aturan islam
kekayaan Bani Umayyah disalah gunakan oleh khalifah ataupun gubernur untuk hidup berfoya-foya, bersuka ria dalam kemewahan, terutama masa khalifah yazid II naik Tahta ia terpikat oleh dua biduanitanya ,Sallamah dan Habadah serta suka meminum minuman keras, ditambah lagi para wazir dan panglima bani Umayyah sudah mulai korup dan mengendalikan Negara karena para khalifah pada saat itu sangat lemah.
2.        Faktor eksternal istana, adalah yang berasal dari luar istana yaitu :
a.        Perlawanan dari kaum Khawarij
Sejak berdiri dinasti Bani Umayyah para khalifahnya sering menghadapi tantangan dari golongan khawarij. Golongan ini memandang bahwa Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah telah melakukan dosa besar, perbedaan sudut pandang pro Ali dan Pro Muaiwiyah ini menjadikan khawarij mengangkat pemimpin dari kalangan mereka sendiri.
b.       Perlawanna dari kalangan Syi`ah
Pada dasarnya kaum Syi`ah tidak pernah mengakui pemerintahan Dinasti bani Umayyah dan tidak pernah memaafkan kesalahan mereka  terhadap Ali dan Husain hingga semakin aktif dan mendapat dukungan public. Disisi mereka berkumpul orang-orang yang merasa tidak puas, baik dari sisi politik, ekonomi maupun sosial terhadap pemerintahan Bani Umayyah[9].
c.        Perlawanan dari golongan Mawali
Asal mula kaum Mawali yaitu budak-budak tawanan perang yang telah dimerdekakan kemudian istilah ini berkembang pada orang islam bukan arab. Ketika bani Umayyah berkuasa orang mawali dipandang sebagai masyarakat bawahan sehingga terbukalah jurang dan sekat sosial yang memisahkan, padahal orang Mawali turut berjuang membelah islam dari bani Umayyah, mereka adalah kaum infantri yang berjalan kaki yang bertempur dengan kaki telanjang  diatas terik panasnya padang pasir. Mereka ahkirnya bergabung dengan gerakan anti pemerintah yakni pihak Bani Abbasiyah dan Syi`ah.
d.       Pertentangan etnis Arab Utara dengan Arab Selatan.
Masa khilafah Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku arabia utara (bani Qaisy) dan arabia Selatan  (bani Qalb) yang sejak zaman sebelum islam makin meruncing. Atas asumsi tersebut apabila seorang khalifah berasal atau lebih dekat dengan Arab Selatan, Arab Utara akan iri demikian sebaliknya, perselisihan tersebut  berimplikasi pada kesulitan Bani Umayyah menggalang persatuan.
e.        Perlawanan dari Bani Abbasiyah
Keturunan dari paman Rasulullah Keluarga Abbas, mulai bergerak aktif dan menegaskan mereka untuk menduduki pemerintahan dengan cerdik, mereka bergabung dengan pendukung Ali dan menekangkan hak keluarga Hasyim, dengan memanfaatkan kekecewaan publik dan menampilkan sebagai pembelah sejati agama islam, para keturunan abbas segera menjadi pemimpin gerakan anti Umayyah.
Faktor-faktor tersebut diatas merupakan sebab kemunduran yang memebawa kepada kehancuran Dinasti Bani Umayyah termasuk koalisi akbar ketiga kaum syi`ah, Mawali dan Abbasiyah, menyusun kekuatan dalam melakukan agresi gerakan revolusi pemerintahan dengan menumbangkan Dinasti Bani Umayyah dan bertujuan menciptakan pemeritahan baru.
Berakhirlah kekusaan Dinasti Bani Umayyah dikota damaskus yang dirintis Muawiyah ibn Sufyan kurang lebih sembilan puluh tahun lamanya dan ditutup oleh khilafah ke empat belas Marwan ibn Muhammad.




BAB II
KESIMPULAN
            Dari pemaparan makalah diatas, maka kami dapat mengambil kesimpulan bahwa :
        Dinasti umayyah mulai terbentuk ketika terjadi peristiwa tahkim dalam perang siffin, yaitu suatu perang yang bermaksud untuk menuntut balas atas kematian khalifah Utsman ibn Affan. Perang Siffin terjadi antara pasukan Ali bin Abi Thalib dengan Mawiyah bin Abi Sufyan-pendiri Dinasti Umayyah
        Peradaban / perkembangan yang dilakukan dinasti umayyah adalah diantaranya dibidang ilmu pengetahuan agama dan dibidang pemerintahan.
        Kehancuran yang membawa runtuhnya dinasti  Bani Umayyah di akibatkan oleh faktor internal  istana yang ditandai pembesar-penbesar istana banyak menyimpang dari koridor kepemimpinan yang terlibat dalam ekploitasi fasilitas istana dan yang kedua adalah faktor eksternal dari luar istana diantaranya koalisi besar oleh kaum penentang Bani Umayyah yaitu kaum Syi`ah, Mawali dan Abbasiyah yang mengakibatkan mereka runtuh dan berahkir setelah terbunuhnya Marwam ibn Muhammad



BAB III
DAFTAR PUSTAKA
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002
Maidir Harun, Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, Padang: IAIN-IB Press, 2001.
N. Abbas Wahid dan Suratno, Khajanah Sejarah Kebudayaan Islam, Solo; PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008
Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Melacak akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Syalabi, Ahmad.  Sejarah dan Kebudayaan Islam 2, Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 1982.
Syalaby, Ahmad. Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Jakarta; PT. Al-Husna Zikra, 1997.
http://bataviase.co.id/node/600270/Runtuhnya Dinasti Umayyah.
http://bataviase.co.id/node/643333/Siffin Perang Saudara dalam Peradaban Islam.



[1]. http://bataviase.co.id/node/643333/ Siffin Perang Saudara dalam Peradaban Islam.

[2].  Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Melacak akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,  2004),  h. 34
[3]. Maidir Harun, Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, (Padang: IAIN-IB Press, 2001), h. 81
[4]. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 42

[5]. N. Abbas Wahid dan Suratno, Khajanah Sejarah Kebudayaan Islam, (Solo; PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008), h. 47
[6]. Ibid. h, 48                                                              
[7]7.  http://zigaumarov.blogspot.com/2011/04/bani-umayyah-kemunduran-dan-kehancuran.html

[8]. A. Syalaby, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3,  (Jakarta; PT. Al-Husna Zikra, 1997), h. 35
[9]http://bataviase.co.id/node/600270/Runtuhnya Dinasti Umayyah.

Senin, 03 Oktober 2011

PSIKOLOGI AGAMA

Manusia adalah makhluk yang berfikir dan merasa serta berkehendak dimana perilakunya mencerminkan apa yang difikir, yang dirasa dan yang dikehendakinya. Manusia juga makhluk yang bisa menjadi subyek dan obyek sekaligus, disamping ia dapat menghayati perasaan keagamaan dirinya, ia juga dapat meneliti keberagamaan orang lain.

Tetapi apa makna agama secara psikologis pasti berbeda-beda, karena agama menimbulkan makna yang berbeda-beda pada setiap orang. Bagi sebagian orang, agama adalah ritual ibadah, seperti salat dan puasa, bagi yang lain agama adalah pengabdian kepada sesama manusia bahkan sesama makhluk, bagi yang lain lagi agama adalah akhlak atau perilaku baik, bagi yang lain lagi agama adalah pengorbanan untuk
suatu keyakinan, berlatih mati sebelum mati, atau mencari mati(istisyhad) demi keyakinan.

Di sini kita berhadapan dengan persoalan yang pelik dan rumit, yaitu bagaimana menerangkan agama dengan pendekatan ilmu pengetahuan, karena wilayah ilmu berbeda dengan wilayah agama. Jangankan ilmu, akal saja tidak sanggup mengadili agama. Para ulama sekalipun, meski mereka meyakini kebenaran yang dianut tetapi tetap tidak berani mengklaim kebenaran yang dianutnya, oleh karena tu mereka selalu menutup pendapatnya dengan kalimat wallohu a`lamu bissawab, bahwa hanya Allahlah yang lebih tahu mana yang benar. Agama berhubungan dengan Tuhan, ilmu berhubungan dengan alam, agama membersihkan hati, ilmu mencerdaskan otak, agama diterima dengan iman, ilmu diterima dengan logika.

Meski demikian, dalam sejarah manusia, ilmu dan agama selalu tarik menarik dan berinteraksi satu sama lain. Terkadang antara keduanya akur, bekerjasama atau sama-sama kerja, terkadang saling menyerang dan menghakimi sebagai sesat, agama memandang ilmu sebagai sesat,sebaliknya ilmu memandang perilaku keagamaan sebagai kedunguan. Belakangan fenomena menunjukkan bahwa kepongahan ilmu tumbang di depan keagungan spiritualitas, sehinga bukan saja tidak bertengkar tetapi antara keduanya terjadi perkawinan, seperti yang disebut oleh seorang tokoh psikologi tranpersonal, Ken Wilber; Pernikahan antara Tubuh dan Roh, The Marriage of Sence and Soul.(Ken Wilber, The Marriage of Sence and Soul, Boston,Shambala,2000).

Pengertian agama itu sangat kompleks. Psikologi agama mencoba menguak bagaimana agama mempengaruhi perilaku manusia, tetapi keberagamaan seseorang juga memiliki keragaman corak yang diwarnai oleh berbagai cara berfikir dan cara merasanya. Seberapa besar Psikologi mampu menguakkeberagamaan seseorang sangat bergantung kepada paradigma psikologi itu sendiri. Bagi Freud (mazhabPsikoanalisa) keberagamaan merupakan bentuk ganguan kejiwaan,bagi mazhab Behaviorisme, perilaku keberagamaan tak lebih sekedar perilaku karena manusia tidak memiliki jiwa. Mazhab Kognitip
sudah mulai menghargai kemanusiaan, dan mazhab Humanisme sudah memandang manusia sebagai makhluk yang mengerti akan makna hidup yang dengan itu menjadi dekat dengan pandangan agama.

Menurut Encyclopedia of Philosopy, agama mempunyai ciri-ciri khas (characteristic features of religion) sebagai berikut :
1. Kepercayaan kepada wujud supranatural (Tuhan)
2. Pembedaan antara yang sakral dan yang profan.
3. Tindakan ritual yang berpusat pada obyek sakral
4. Tuntunan moral yang diyakini ditetapkan oleh Tuhan
5. Perasaan yang khas agama (takjub, misteri, harap, cemas,merasa berdosa, memuja) yang cenderung muncul di tempat sakral atau diwaktu menjalankan ritual, dan kesemuanya itu dihubungkan dengan gagasan Ketuhanan.
6. Sembahyang atau doa dan bentuk-bentuk komunikasi lainnya dengan Tuhan
7. Konsep hidup di dunia dan apa yang harus dilakukan dihubungkan dengan Tuhan
8. Kelompok sosial seagama, seiman atau seaspirasi.

Kamis, 22 September 2011

COVER


MAKALAH CIVIC EDUCATION
LEMBAGA YUDISIAL
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
NAMA       : AYA SOFIAN
NIM           : 14105003
JURUSAN : MANAJEMEN DAKWAH – A
SEMESTER : II
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
TAHUN AJARAN 2010-2011